Budidaya Sayur Dengan
Sistem Hidroponik Sistem Sumbu - Sayuran banyak digemari masyarakat karena
sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, protein, nabati dan serat. Namun, kebutuhan sayuran yang terus meningkat
di masyarakat tidak didukung dengan luas lahan yang digunakan untuk
penanamannya. Salah satu solusi untuk menanam sayuran tanpa memerlukan lahan
yang luas adalah dengan budidaya secara hidroponik. Dalam budidaya hidroponik
sistem yang paling sederhana yaitu sistem sumbu (wick system). Sistem sumbu
adalah metode hidroponik yang menggunakan perantara sumbu sebagai penyalur
larutan nutrisi bagi tanaman dalam media tanam.
Sistem ini bersifat pasif, karena tidak ada bagian-bagian yang
bergerak. Dalam budidaya hidroponik hal
yang perlu diperhatikan adalah larutan nutrisi. Larutan nutrisi merupakan
sumber pasokan nutrisi bagi tanaman untuk mendapatkan makanan dalam budidaya
hidroponik. Selain larutan nutrisi,
faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu media tanam. Fungsi
dari media tanam pada budidaya hidroponik adalah sebagai tempat tumbuh dan
tempat penyimpanan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
Jenis media tanam yang digunakan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Media tanam yang biasa digunakan dalam
budidaya hidroponik antara lain pasir, kerikil, pecahan batu bata, arang sekam,
rockwoll, dan sebagainya. Setiap media
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.
Media arang sekam memiliki kelebihan dalam hal kemampuan membawa air,
selain steril, sehingga mampu memberikan hasil yang lebih baik. Tetapi arang sekam tidak bisa digunakan
secara berulang. Pasir dan kerikil,
walaupun harganya murah, tidak memiliki kemampuan menyimpan air yang
cukup. Pecahan batu bata harganya murah
dan mampu menyimpan air, tetapi tidak dibuat secara fabrikasi, sehingga sangat
sulit untuk memenuhi kebutuhan dalam jumlah besar. Rockwool harganya masih
mahal karena masih impor, dan hanya bisa dipakai sekali.
Media granul buatan, atau sering dikenal dengan “hidroton”,
secara komersil sudah tersedia di pasaran, tetapi masih impor dan harganya
cukup mahal. Sebagai media tanam
hidroton sangat baik, karena memiliki sifat menyimpan air cukup banyak, porus
sehingga aerasi lancar, dan cukup berat untuk menopang berat tanaman. Selain itu hirdoton dapat digunakan secara
berulang. Dalam penelitian ini, media granul, diinisiasi dan dicoba dibuat dari
bahan tanah liat. Dengan demikian,
diharapkan harganya dapat ditekan, dan mudah didapat di pasaran karena produksi
lokal. Karena itu, sifat fisik dan
pengaruh ukuran granul terhadap tanaman masih perlu dikaji dalam penelitian
ini. Tujuan penelitian ini yaitu mengkaji sifat fisik media granul dan
mengetahui pengaruh ukuran media tanam granul.
Sifat Fisik Tanah
Hasil analisis tekstur tanah yang digunakan menunjukkan
rata-rata persentase perbandingan pasir 35,1 %, debu 18,9 % dan liat 45,9
%. Berdasarkan segitiga tekstur tanah
yang dibuat oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), komposisi tanah
yang digunakan termasuk ke dalam kelas tekstur liat. Analisis laboratorium
menunjukkan bahwa kapasitas lapang tanah rata-rata 37,16%, kadar air rata-rata
11,3%, kerapatan isi tanah diperoleh rata-rata 0,83 gr/cm3. Granul ukuran 4 mm memiliki daya serap yang
paling tinggi dibandingkan dengan ukuran lainnya hal ini dikarenakan semakin
kecil ukuran partikel, semakin besar luas permukaan jumlah pori maka kemampuan
untuk mengikat airnya pun semakin besar.
Bentuk granul 4 mm tidak beraturan dan memiliki rongga yang cukup besar
sehingga memiliki daya serap lebih tinggi dibandingkan dengan granul yang
berbentuk bulat seperti pada granul ukuran 12 mm. Intensitas cahaya di dalam
greenhouse pada pagi hari berkisar antara 1000-19400 lux dan siang hari
berkisar antara 8000-41100 lux dan sore hari antara 300-9800 lux. Selama penelitian, intensitas cahaya
rata-rata di dalam greenhouse pada pagi, siang dan sore hari berturut-turut
adalah 7490, 30360, dan 3605 lux. Suhu
greenhouse pada pagi hari (06.30 -07.30 WIB) berkisar 27-31ºC, siang hari
(12.00-13.00 WIB) sebesar 31- 40°C, dan sore hari (16.00-17.00 WIB) sebesar 29-34ºC. Suhu greenhouse yang cukup tinggi pada siang
hari dapat menyebabkan kelayuan pada tanaman namun hanya bersifat sementara
karena pada sore hari tanaman kembali normal (Wachjar dan Anggayuhlin,
2013). Suhu larutan pada pagi hari
sebesar 2630 ºC, siang hari sebesar 34-43 ºC dan sore hari sebesar 31-37 ºC. Suhu
air yang meningkat akan menyebabkan kemampuan air untuk mengikat oksigen akan
berkurang dan tingkat kejenuhan air menurun.
Suhu larutan rata-rata pada pagi hari sebesar 28 ºC, siang hari sebesar
39 ºC dan sore hari sebesar 35 ºC. Interaksi antara jenis tanaman dengan ukuran granul
berpengaruh tidak nyata terhadap evapotranspirasi tanaman selama penelitian
dengan nilai probability 0,05 lebih besar dari 0,01. Hasil uji menunjukkan
bahwa faktor 1 (jenis tanaman) dan faktor 2 (ukuran granul) sangat signifikan
terhadap evapotranspirasi.
Media arang sekam (kontrol) memiliki evapotranspirasi paling
tinggi yaitu sebesar 222,11 mm/botol.
Hal ini karena arang sekam bersifat ringan sehingga mudah ditembus oleh
akar untuk menyerap larutan nutrisi (Tim Karya Mandiri, 2010). Hal ini sejalan dengan Mechram (2006)
menyatakan bahwa, kebutuhan air yang paling besar yaitu terjadi pada media
arang sekam baik itu pada interval 1 harian dan 3 harian sebesar 78,824 liter
dan 92,531 liter serta pada nilai effisiensi penggunaan air adalah 94,17 %,
effisiensi hasil pemberian air 0,16 %, dan effisiensi hasil pengunaan air 0,17
%. Sedangkan evapotranspirasi yang paling rendah yaitu terjadi pada granul
ukuran 6 mm sebesar 95,78 mm/pot. Hal
ini diduga granul ukuran 6 mm memiliki rongga yang kurang baik dalam pot
sehingga akar sulit menyebar dengan baik untuk menyerap larutan nutrisi serta
sehingga pada perakaran yang banyak tidak memungkinkan tanaman dapat menyerap
unsur hara secara optimal. Untuk
mendapatkan pertumbuhan yang baik tanaman harus mempunyai akar dan sistem
perakaran yang cukup luas dan dalam agar memperoleh unsur hara dan air sesuai
kebutuhan pertumbuhan. Pertumbuhan tanaman yang semakin besar maka penyerapan
nutrisinya pun semakin cepat dan evapotranspirasi yang terjadi semakin tinggi
sehingga meningkatkan EC. Bahwa
penggunaan EC yang tinggi mengakibatkan tanaman tidak dapat menyerap unsur hara
karena konsentrasi garam yang tinggi dapat merusak akar tanaman dan mengganggu
serapan nutrisi dan air. Gambar 2
menunjukkan evapotranspirasi kumulatif yang terrjadi pada semua perlakuan. Tidak
ada interaksi antara penggunaan media dengandebit aliran terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman sawi.
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa interaksi antara jenis
tanaman dengan ukuran granul berpengaruh tidak nyata terhadap bobot
brangkasan. Hal ini diduga karena hasil
tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh media tanam yang digunakan tetapi
dipengaruhi oleh penyerapan larutan nutrisi.[ht]